Korupsi Berjamaah? KPK Lacak Aliran Dana Kasus Pj Wali Kota Pekanbaru
December 04, 2024
RedMOL.id , Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan penyidikan kasus dugaan korupsi yang menjerat Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa. Kasus ini berawal dari dugaan pemotongan anggaran Ganti Uang (GU) di lingkungan Pemerintah Kota Pekanbaru, yang diduga telah merugikan negara hingga miliaran rupiah. Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, menyatakan bahwa lembaga antirasuah ini sedang menelusuri keterlibatan pihak-pihak lain yang diduga turut menikmati aliran dana hasil korupsi tersebut.
“KPK akan terus mendalami dan mengembangkan penyidikan perkara ini, termasuk terhadap pihak lain yang diduga menerima aliran uang,” ujar Ghufron dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (4/12/2024). Selain itu, KPK juga membuka peluang untuk menambah pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) guna menjerat tersangka jika ditemukan bukti adanya upaya menyamarkan hasil korupsi.
Risnandar Mahiwa diduga menerima uang sebesar Rp 2,5 miliar yang berasal dari pemotongan anggaran GU. Pemotongan anggaran ini dilakukan sejak Juli 2024 melalui pengelolaan di Bagian Umum Sekretariat Daerah Kota Pekanbaru. Modus korupsi ini terkait dengan tambahan anggaran untuk kebutuhan makan dan minum dalam APBD Perubahan 2024. Uang hasil pemotongan anggaran tersebut diduga dinikmati oleh Risnandar bersama Indra Pomi Nasution, yang menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Pekanbaru.
Dalam kasus ini, Novin Karmila, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bagian Umum Sekretariat Daerah Kota Pekanbaru, diduga memiliki peran penting. Novin bersama beberapa staf lainnya mencatat keluar-masuknya uang dan menyetorkannya kepada Risnandar dan Indra Pomi melalui ajudan Pj Wali Kota. Upaya ini dilakukan agar proses pemotongan anggaran berjalan sesuai dengan kepentingan pribadi para pelaku.
KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini, yaitu Risnandar Mahiwa, Indra Pomi Nasution, dan Novin Karmila. Ketiganya dijerat dengan Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Namun, KPK menegaskan bahwa penyidikan tidak berhenti pada ketiga tersangka ini. Lembaga antirasuah itu tengah menelusuri apakah ada pihak lain yang turut terlibat atau menerima aliran dana hasil korupsi tersebut.
Ghufron juga mengungkapkan bahwa kasus ini menggambarkan pola korupsi yang sistematis di lingkungan pemerintahan daerah. “Pemotongan anggaran ini tidak dilakukan secara spontan, melainkan melalui perencanaan matang dan melibatkan banyak pihak,” tegasnya. Oleh karena itu, KPK akan menggali lebih dalam guna memastikan bahwa setiap pelaku, baik langsung maupun tidak langsung, dapat dimintai pertanggungjawaban hukum.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi para pejabat daerah agar tidak menyalahgunakan kewenangan untuk memperkaya diri sendiri. KPK berharap proses hukum yang tegas dapat memberikan efek jera, sekaligus mendorong pengelolaan keuangan yang lebih transparan di tingkat pemerintahan daerah. Sementara itu, KPK mengimbau masyarakat untuk terus mengawasi kinerja pemerintah dan melaporkan jika menemukan indikasi penyalahgunaan wewenang.[AZ]