HEADLINE
Dark Mode
Large text article

Sidang PTUN Pontianak Dipertanyakan, Kuasa Pemohon Sebut Melanggar Asas Fair Trial

photo: Gedung pengadilan Tata usaha negara PTUN Pontianak Kalimantan Barat 


REDMOL.id-Pontianak– Sidang perkara di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pontianak kembali menjadi sorotan setelah Erick Martio Suseno, selaku penerima kuasa non-advokat dalam kasus ini, menyatakan bahwa proses persidangan telah melanggar asas fair trial atau persidangan yang adil. Menurutnya, pelaksanaan sidang yang digelar pada 10 Februari 2025 itu tidak memenuhi prinsip dasar keadilan yang diakui secara internasional.


"Hak saya dalam perkara ini untuk mendapatkan peradilan yang jujur dan adil harus terbuka dari semua pihak. Imparsialitas hakim juga harus bebas dari bias atau kepentingan tertentu yang dapat mempengaruhi putusan," ujar Erick dalam keterangannya.


Erick menyoroti beberapa kejanggalan dalam persidangan, salah satunya terkait legal standing kuasa hukum. Ia mempertanyakan mengapa majelis hakim baru mempertanyakan legal standing-nya dalam sidang kedua, sedangkan dalam sidang pertama, justru pemohon yang menyoroti keabsahan surat kuasa dari pihak tergugat, yakni Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kubu Raya.


Menurut Erick, surat kuasa yang diajukan oleh BPN Kubu Raya masih menggunakan dokumen dari persidangan sebelumnya di Komisi Informasi Provinsi Kalimantan Barat, yang dianggap cacat hukum. Bahkan, dalam sidang pertama di PTUN Pontianak, surat kuasa dari BPN Kubu Raya disebut belum ditandatangani oleh pemberi kuasa, namun persidangan tetap dilanjutkan.

Dr Hermansyah SH,M.HUM

Pakar Hukum: Hakim Seharusnya Tidak Melanjutkan Sidang


Pakar hukum dari Universitas Tanjungpura, Dr. Hermansyah SH M.Hum., menilai bahwa ada sejumlah kejanggalan dalam proses persidangan ini. Menurutnya, kesalahan prosedural yang terjadi seharusnya menjadi alasan bagi majelis hakim untuk tidak melanjutkan persidangan sebelum ada kejelasan terkait putusan Komisi Informasi Provinsi Kalimantan Barat.

"Jika ada kesalahan administratif seperti ini, hakim seharusnya meminta pihak tergugat menunjukkan objek sengketa yang diminta sesuai dengan putusan Komisi Informasi. Jangan langsung berbicara soal bukti tambahan sebelum dasar hukum dari putusan sebelumnya ditegaskan kembali," jelas Dr. Suherman.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa dalam perkara ini, hukum harus ditempatkan di atas kepentingan pribadi dan kelompok agar tidak terjadi penyimpangan dalam proses peradilan.

Indikasi Mafia Tanah?

Erick juga menduga adanya indikasi mafia tanah dalam kasus ini, terutama karena hingga saat ini BPN Kubu Raya belum berani menunjukkan warkah atau dokumen resmi terkait tanah yang menjadi sengketa.

"Ada apa sampai mereka tidak berani menunjukkan warkah ke publik? Apakah itu rahasia negara? Tidak. Ini hanya peta bidang tanah yang harus dibuktikan kebenarannya di pengadilan," tegas Erick.

Senada dengan itu, Dr. Suherman menambahkan bahwa rahasia negara hanya berlaku dalam situasi yang berhubungan dengan keamanan nasional, bukan dalam kasus sengketa tanah seperti ini. Oleh karena itu, transparansi sangat dibutuhkan dalam perkara ini agar keadilan dapat ditegakkan.

Sidang perkara ini masih akan berlanjut di PTUN Pontianak, sementara publik menunggu kejelasan atas berbagai kejanggalan yang telah disoroti oleh pihak pemohon.(MUL)


Dari berbagai sumber 
Post a Comment
Close Ads
Floating Ad Space